Header-Natal

Puasa sudah menjadi kebiasaan dan acara tahunan dalam hidup keagamaan kita. Namun puasa bukan hanya sekedar ritual, rutinitas dalam hidup kita. Puasa adalah cara kita mengolah kesadaran serta hati kita untuk selalu bersama dengan Tuhan. Kita semakin tahu serta peka akan kehendalk Allah dan memprioritaskan dalam hidup kita. Puasa menjadi olah rohani yang memberi kita kekuatan baru.

Kita juga menjumpai ada beberapa orang yang berpuasa meskipun bukan “bulan puasa”. Mereka juga berpuasa kalau akan menghapi hal yang penting dalam hidupnya. Mereka berpuasa dan berdoa mohon rahmat Tuhan. Sungguh puasa mengalir dari iman, menyatukan hati kita dengan Tuhan. Karena itu sesuatu yang kita mohon dengan puasa dan doa Tuhan memperhatikan dan mengabulkannya.

Pantang dan puasa kita merupakan kesempatan mengatur dan mengendalikan keinginan diri kita untuk selaras dengan kehendak Tuhan. Kita tidak menuruti kehendak, kesukaan pribadi kita, justru kita pantang terhadap kesukaan kita. Kita melatih untuk mengendalikan keinginan yang sering membelenggu diri kita dan membebani orang lain. Kita mengembangkan kepedulian pada sesama, berbagi kasih dan mengangkat martabat sesama kita.

“Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan puasa.” Yesus tidak akan bersama dengan mereka lagi, maka mereka akan berdukacita. Mereka kehilangan sumber rahmat dan pokok hidup. Karena itu mereka berpuasa, mengolah hidup untuk dapat bersatu kembali dengan Tuhan. Pantang dan puasa membantu kita membangun relasi kasih, keakrapan serta persatuan hati dengan Tuhan. Kasih Tuhan memampukan kita untuk peka, peduli dan berbuat kasih kepada sesama terutama yang menderita.

Tuhan, tuntunlah langkah hidup dan hati kami untuk selalu bersatu dan bersama-Mu. Berilah kami rahmat agar mampu berpuasa, berdoa dan berbagi kasih dengan sesama, terutama yang menderita. Ajarilah kami berpantang dan berpuasa dan rela berbuat amal kasih untuk saling membantu. Amin

Bidaracina 4 Maret 2022, Blasius Sumaryo SCJ